Kesedihan

Life is never flat. Bener banget. Hidup itu ga datar-datar aja. Sejak lahir sampai sekarang pasti banyak yang terjadi. Kadang bahagia, kadang sedih, kadang menangis, dan kadang tertawa. Bohong kalau ada orang yang bilang kalau hidupnya datar-datar aja, biasa-biasa aja, dan lebih bohong lagi jika dia bilang hidupnya ga berarti. Emangnya kita diciptakan oleh Allah Subhanahuwata’ala hanya untuk menyimpulkan hidup kita tidak berguna?. 😕 Ada misi khusus yang diemban oleh manusia. Misi dimana semua makhluk di alam ini enggan menerimanya. Misi dimana kita sebagai manusia diberi amanah untuk mengembannya. Kamu pasti tau misi itu… Eh ngelantur kemana-mana dari topik… ❓

Topik? Ya. Topik kita kali ini mengenai kesedihan. 😥 Kesedihan merupakan bagian dari hidup ini. Bagian dari hidup kita yang ga datar-datar aja. Kesedihan berasal dari kata “sedih” yang menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBI, 2008) berarti merasa sangat pilu dalam hati, menimbulkan rasa susah dalam hati, peristiwa-sangat sulit untuk dilupakan. Jadi kesedihan itu merupakan perasaan sedih, duka cita, atau kesusahan hati. Banyak cara yang dilakukan manusia untuk mengungkapkan kesedihan. Ada yang menangis sejadi-jadinya 😥 dan baru berhenti karena kelelahan atau pingsan. Ada yang menyimpan kesedihan itu dengan pergi sejauh-jauhnya. ➡ Ada yang begitu tegar, sehingga kesedihan tidak memenuhi hari-harinya. Ada yang menulis, mengungkapkan semua kesedihannya dalam sebuah tulisan, puisi atau cerita. Ada yang bernyanyi, mengungkapkan kesedihannya dalam sebuah lagu. Ada yang tertawa. 😆 Kalau yang satu ini berakhir di RSJ (rumah sakit jiwa) atau bingung tak tau arah di jalan raya, dan masih banyak lagi cara manusia mengungkapkan kesedihannya.

Bagi aku sendiri, moment paling menyedihkan adalah pada saat ibu meninggal pada 2006 lalu. Aku begitu sedih sampai-sampai tidak semangat lagi untuk kuliah. Padahal saat itu adalah semester 7. Salah satu ungkapan sedihku saat itu adalah dengan menulis. Betapa cengengnya aku pada waktu itu. Dengan support dari saudara, kerabat dan teman-teman, Alhamdulillah aku bisa melewatinya. Terimakasih.

Memang, kehilangan orang-orang yang kita cintai adalah moment yang sangat menyedihkan. Namun ketika kesedihan itu berlarut-larut justru merugikan diri sendiri. Mari berfikir secara bijak. Ketika kita kehilangan seorang ibu/orang yang kita cintai dan dia telah lama menderita sakit hingga akhirnya mereka meninggal, mengapa kita masih tidak merelakan?. Apakah kita tega melihat mereka menderita dengan sakitnya. Gak ada yang menyenangkan ketika kita sakit, you know?. 😡

Kadang aku juga merasa egois waktu ibu meninggal. Aku bersedih karena tidak punya ibu lagi, tidak ada lagi yang akan memasak makanan yang enak-enak, tidak ada lagi yang akan menasehati, tidak ada lagi yang akan menyanjung, tidak ada lagi yang akan memberi semangat, tidak ada lagi yang menghibur ketika sedih, tidak ada lagi pelukan hangat ketika meraih keberhasilan, tidak ada lagi yang akan mengurusi hidup sehari-hari, tidak ada lagi yang akan menyambut dengan hangat saat pulang kampung, tidak ada lagi tempat berkeluh kesah dan masih banyak ketidak adaan lainnya. Egois bukan? Semuanya itu adalah mengenai diriku, hidupku, untukku, demi aku, kebutuhanku, dan keinginanku. 😯 Hanya sedikit aku mendoakan ibu waktu itu. Demi kebutuhannya. Hal ini baru kusadari setelah beberapa minggu ibu meninggal. Bukankah doa dari anak yang shaleh yang sangat dibutuhkan orang tua di alam barzakhnya?.

Jadi, menurut aku apapun kesedihan yang melanda, coba selami dari berbagai sisi. Jangan dari satu sisi saja, yaitu dari sisi kita sendiri yang cendrung subjektif dan pragmatis.  Memang sunnatullah manusia menemui kesedihan dalam hidupnya. Tergantung pada cara kita menyikapinya. Kan hidup itu ga datar-datar saja. Penuh lika-liku dan ujian. Betul Ga ❓