Rejected and I have to fix it

Seminggu yang lalu, si Bos memberikan sebuah paper yang disubmit ke sebuah jurnal di tahun 2009 dengan status terakhir “rejected”. Sejak tahun itu sudah beberapa orang yang diminta untuk menyelesaikannya. Ada mahasiswa doktor dan post doc, akan tetapi belum kelar juga. Kebetulan saya kebagian warisan untuk menyelesaikan riset ini. Saat saya masih sebagai mahasiswa doktor, si Bos meminta untuk mengevaluasi kembali metoda yang dikembangkan, akan tetapi dia tidak memberitahu kalau manuskrip nya sudah pernah disubmit ke sebuah jurnal. Setelah bekerja selama beberapa bulan, Saya melaporkan hasil evaluasi dan malah membuat prototipe yang baru. Akan tetapi data penelitian tersebut masih mengendap di file komputer si Bos, karena beliau begitu sibuk sebagai editor, reviewer, lecturer, et cetera.

Si Bos mengirimkan semua data paper termasuk evaluasi dari reviewer lewat email. Seminggu ini, data-data tersebut hanya saya simpan dalam bentuk print out di dalam sebuah map plastik tanpa ada keinginan untuk membacanya. Barusan saya screening dan ternyata di bagian pendahuluan, semua referensi yang digunakan adalah sebelum tahun 2009. Lanjut ke bagian materials dan methods, metodanya menggunakan produk-produk jadul. Akhirnya saya jadi malas lagi dan memasukkan kembali semua data ke dalam map plastik.

Bagian tersulit untuk memperbaiki paper ini adalah mengenai kelebihan metoda jadul tersebut dibandingkan dengan metoda terbaru yang tentunya lebih superior, berikut dengan alasan-alasan masuk akal di bagian pembahasan. Saya tidak yakin bisa memperbaiki dan menyelesaikannya sebelum deadline di January 2018.

I found my BSc poster

After wandering in google image with the keyword “guswanto”, I found my Bsc poster that I posted on my blog in 2010. The poster was about my study on the preparation of precipitated calcium carbonate. I evaluated some mineral acids including nitric acid, hydrochloride acid, phosphoric acid, and sulphuric acid on the formation of the calcium carbonate crystal structure. Only nitric acid and hydrochloric acid had the properties to solubilize high amount of Calcium Oxide. After exposed to carbon dioxide gas, the nitric acid solution formed calcium carbonate with rhombohedral structure, while hydrochloride acid solution formed calcium carbonate with spherical structure. Interesting.

BSc Chemistry - poster

I thank my colleagues during my work in the Material Chemistry Lab, Andalas University, Indonesia.

Coutesy Visit to Mayor of Obihiro

Pada Jum’at tanggal 26 Oktober 2012, para peserta JICA training berkesempatan bertemu dengan Mayor of Obihiro. Kami berangkat dari JICA center pukul 08.30 pagi dan dijadwalkan disambut oleh Mayor of Obihiro pada pukul 09.15. Namun karena sibuk, beliau diganti oleh Vice Mayor, Bapak Yukiya Shimano.

Obihiro City Hall (pict dari ja.wikipedia.org)

Pada saat perkenalan, kami diminta berbicara dalam bahasa Jepang. Sensei Bahasa Jepang kami, Tokita-sensei sehari sebelumnya telah mengajar kami cara perkenalan diri dalam bahasa Jepang.

Hajimemashite

Guswanto desu

Indoneshia no Jakaruta Kara Kimashita

Watashi wa JICA no kensyuin desu

Kenshu kosu wa juekitaisaku desu

Douzo Yoroshiku Onegaishimasu

Kata-kata itulah yang harus diucapkan saat perkenalan. Hal ini menjadi momok bagi teman-teman dari Thailand, Mongolia, Uganda dan Zambia. Mereka kesulitan mengucapkan kalimat diatas dengan benar. Saya sedikit gugup, tapi Alhamdulillah lancar dan fasih mengucapkannya. Tiga orang teman dari Mongolia kacau karena sering mengucapkan kalimat bernada “Kha” dalam bahasa mereka. Dua orang teman dari Thailand menggunakan intonasi khas bahasa Thailand saat bicara. Satu orang dari Uganda lupa sebagian kalimat yang harus diucapkan. Satu orang dari Zambia percaya diri dengan mengucapkan “desu” diakhir kalimat, yang seharusnya diucapkan “des”. Ha ha ha. Walaupun begitu, pak Shimano tetap memberikan applaus kepada kami yang bersusah payah berbicara dalam bahasanya.
Obihiro terkenal dengan produk pertaniannya yang berlimpah dan salah satu lumbung pangan negara Jepang. Salah satunya adalah dairy product yang berkualitas tinggi. Disela-sela diskusi saat acara berlangsung kami dihidangkan susu segar yang enak sekali.

Acara ditutup dengan penyerahan pin Obihiro City kepada semua peserta dan foto bersama.

 

Perjalanan ke Obihiro

Perjalanan kali ini dalam rangka mengikuti Advanced Research Course on International Animal Health yang diadakan oleh JICA selama 10 bulan. Terhitung mulai tanggal 22 Oktober 2012 – 24 Agustus 2013.

Pada 23 Oktober 2012 pukul 23.30 WIB saya berangkat dari Terminal 2E Bandara Soekarno-Hatta menuju Narita (1) Jepang. Saya terlambat dari jadwal yang seharusnya karena ada sedikit masalah di Kemsesneg. Izin tugas belajar baru keluar tanggal 19 Oktober 2012 dan itu sudah terlalu telat untuk pengurusan visa di Kedubes Jepang pada hari yang sama. Alhamdulillah pihak JICA mau menerima pengunduran jadwal beberapa hari, dengan syarat ada Surat Permohonan Keterlambatan dari Kementan. Tanggal 22 Oktober 2012 visa diajukan, dan keesokan harinya tanggal 23 Oktober 2012, saat visa selesai saya langsung berangkat ke Jepang karena JICA sudah siap dengan tiket PP Jakarta-Tokyo. Salut buat JICA dan mengecewakan buat Kemsesneg.

Image
Garuda at Terminal 1 Narita Airport

Nyampe di Narita Rabu, 24 Oktober 2012 pukul 09.00 waktu setempat. Setelah melewati prosedur imigrasi dan baggage claim, saya keluar bandara dan langsung ketemu dengan travel agent yang telah di arrange JICA. Saya diarahkan ke bus Airport Limousine yang akan membawa saya menuju Haneda Airport untuk melanjutkan perjalanan ke Obihiro. Setelah menempuh perjalanan sekitar 70 menit, saya sampai di Haneda airport. Disini bertemu lagi dengan travel agent dan dia mengarahkan saya untuk check-in di counter JAL (Japan Airlines). Jadwal saya ke obihiro pukul 13.00. Jadi punya waktu 2 jam di ruang tunggu untuk istirahat dan mengamati orang-orang Jepang lalu-lalang (kebanyakan pake jas lengkap). Sudah tradisi disini orang-orang Jepang pake jas lengkap saat kerja. Sampai sopir bus pun memakai pakaian yang sama.

Alhamdulillah bisa akses wifi pake BB disini sehingga saya bisa ngirim kabar ke Indonesia. Perjalanan menuju Obihiro cukup nyaman. Pramugaranya cukup ramah dan menanyakan saya bisa bahasa jepang atau tidak. Ketiga saya menggelengkan kepala, dia langsung bicara pake bahasa Inggris dan memandu saya selama di perjalanan. Thanks bro…

Image
Nyampe di Tokachi Obihiro Airport

Sekitar pukul 15.00 saya sampai di Tokachi Obihiro Airport dan bertemu dengan seorang officer JICA dan mengarahkan saya ke Taksi yang sudah dipesan. Sekitar pukul 15.30 nyampe di JICA center.

Surprise…. dengan kelelahan yang sangat saya langsung dijadwalkan mengikuti briefing pukul 17.00 karena udah telat 2 hari. Alhasil briefing yang seharusnya 2 hari, dipadatkan jadi 3 jam saya lewati dengan mata 5 watt.

Image
my room @JICA Obihiro for 10 months

Tak Tentu Arah

Dalam perjalanan tak tentu arah dengan angkot caheum-ledeng pada Sabtu, 26 November aku tertarik singgah di  Rumah Buku di Jl. Supratman no. 96 Bandung. Beberapa bulan lalu temanku pernah merekomendasikan toko ini  karena diskonnya yang menarik.

Rumah Buku Jl. Supratman Bandung (pict dari asopusitemus.com)

Pertama kali masuk ke toko ini, aku langsung tertarik dengan buku-buku di meja dengan plang “diskon 30%”. Wow… ternyata buku-buku itu ga jadul-jadul amat. Selanjutnya aku menyusuri hampir seluruh bagian toko. Toko ini tidak terlalu besar, tapi koleksinya cukup banyak. Saking banyaknya buku-buku itu disusun berdempetan di rak-rak tanpa memperlihatkan covernya. Jadinya aku harus ekstra mendekat supaya bisa membaca judul buku dengan jelas pada bagian jilidan buku.

Puas mencari di bagian kamus, aku tidak menemukan buku tata bahasa Sunda, buku yang sering kucari-cari beberapa bulan terakhir ini jika pergi ke toko buku. Sudah lebih setahun aku tinggal di tatar berbahasa sunda ini, dan sampai sekarang aku masih sulit mengerti apalagi berbicara dengan bahasa ini. Di kantor sendiri kebanyakan dihuni oleh orang Jawa sehingga lebih sering mendengar bahasa Jawa daripada Sunda. 😥

Akhirnya aku memutuskan untuk mencari di katalog komputer. Ada beberapa buku yang ditulis dengan keyword “sunda”. Salah seorang pelayan toko menghampiriku dan mungkin sekilas melihat keywordku sehingga dia langsung menuntunku ke rak kamus. Dia mengambil beberapa buku dan memberikannya padaku. Aku memilih buku “Sundanese Indonesia – english” yang dikarang oleh Prof. Dr. Hj. T. Fatimah Djajasudarma, dkk. Bukunya cukup menarik. Sunda, Indonesia, English dipadukan dalam percakapan sehari-hari. Useful banget and tentunya harganya “surprise”. Di barcode buku tertulis harganya Rp. 60ribu dan diskon 15 % jadi Rp. 51ribu. Aku telah menyiapkan uang Rp. 51ribu ketika si kasir bilang dapat diskon 25 %. Toko yang aneh. Jadinya aku bayar Rp. 45ribu untuk buku ini. he he.. Lumayan buat nambahin ongkos angkot. 😆

Tak mau kantongku terkuras di toko ini yang diperparah kegilaanku pada buku, aku langsung beranjak meninggalkan tempat perayu tersebut. Sebenarnya masih ada “Toko Toga Mas” tidak jauh dari lokasi, dengan diskon menarik pula, namun aku sudah bertekad menahan pengeluaran pada “akhir bulan ini”.

Aku beranjak ke PUSDAI (Pusat Dakwah Islam) di Jl. Diponegoro 63 Bandung. Tidak jauh dari toko rumah buku.

Masjid PUSDAI Jawa Barat (pict dari alamarcamanik.blogspot.com)

Arsitektur masjid ini sangat bagus. Disekelilingnya terdapat beberapa ruangan untuk kegiatan keIslaman,  ruang seminar, perpustakaan, dan sebagainya. Halamannya yang luas sering digunakan untuk berbagai macam kegiatan. Setelah menunaikan shalat ashar, aku menuju salah satu sudut halaman masjid. Disana sedang berlatih puluhan orang boxer (tarung derajat). Dari gerakannya kelihatan mereka lagi latihan buat eksebisi.  Pada Sea Games kemaren mereka melakukan eksebisi agar bisa menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan di Sea Games. Aku cukup tertarik dengan beladiri yang satu ini.

Waktu beranjak sore. Aku memutuskan untuk pulang. Sebenarnya aku mau pergi ke PVJ untuk melihat acara INAFFF di Blitz. Namun urung kulakukan. Udah capek. Dengan angkot Caheum-Ledeng aku langsung pulang.

Tepuk Tangan Penonton

Apa yang akan kamu lakukan jika jagoanmu sedang bertanding dan posisinya cukup kuat untuk menang, padahal lawannya begitu berat?. Kalo aku tersenyum biasa aja alias jaim (aku kan hobbynya jaga image…preeet). Tapi yang kutemukan sore ini di Empire BIP Bandung cukup lucu. 😆

Saat itu film Real Steel sedang diputar. Penonton yang didominasi oleh anak muda ini begitu hanyut dengan alur cerita film.

Atom lagi niru gerakan Charlie... he he lucu

Atom adalah robot tipe peniru. Dia bisa di setting meniru setiap gerakan manusia. Robot generasi kedua ini sudah tertimbun di tempat pembuangan ketika ditemukan Max. Secara tak sengaja Atom menyelamatkan nyawa Max. Sejak saat itu Max, si bocah 11 tahun ini berusaha menghidupkannya kembali dan mengupgrade kemampuannya. Yang lucu adalah saat Atom mulai bertarung pertama kali dan menang, penonton tepuk tangan. Dan tepukan tangan itu selalu terdengar ketika beberapa kali  Atom menang dalam pertarungan berikutnya. Tepukan paling keras tentu saja pada akhir cerita ketika Atom bertarung mati-matian melawan Zeus, robot petarung yang belum pernah kalah. Saat itu Atom mampu bertahan sampai ronde terakhir. Menurutku lucu aja. Soalnya mereka kayak anak kecil aja. Nonton film pake tepuk tangan segala. hi hi hi 😆

Walau demikian aku cukup terhibur juga. Menurutku film ini cukup bagus dan banyak pelajaran yang bisa diambil. Pelajaran utamanya adalah tetap bekerja keras, walaupun tantangan yang dihadapi begitu berat. Kurangnya sumber daya bukan alasan untuk menyerah. Sampai saat sudah tak ada lagi kemungkinan padahal sudah berusaha maksimal, maka berdoalah.  😉